Kamis, 02 Juni 2011

Bagaimanakah Implementasi Biologi Menurut Al-Quran?

Isu pemanasan global (global warming) yang tentunya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Beragam kampanye tentang isu menakutkan itu semakin gencar terus disuarakan oleh berbagai aktivis lingkungan hidup. Namun, pada kenyataannya hal ini tak bisa di tekan. Adanya revolusi industri pada sekitar tahun 1700 membuat karbondioksida (〖CO〗_2) beranjak naik mulai dari 270 ppm menjadi hampir dua kali lipatnya saat ini. Bagaimana tidak, kendaraan semakin merajalela, berbagai eksploitasi sumber daya alam semakin dilakukan, sehingga semuanya menjadi hal yang kompleks dan terakumulasi tanpa ada tindakan memperbaharui.

Sementara menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika fenomena sekarang yang sedang kita hadapi saat ini bumi kita sedang dilanda anomali cuaca. Hal ini mengakibatkan di beberapa sektor seperti pertanian dan perikanan mengalami kerugian. Berbagai media cetak mengabarkan robohnya pilar keluarga nelayan dan petani sudah semakin tak bisa diselamatkan. Musim paceklik yang hanya terjadi empat bulan dalam setahun kini bergeser menjadi hampir sepanjang tahun. Akibatnya berbagai usaha mengalami kemunduran. Keberadaan ikan pun semakin minim. Kerusakan ekosistem laut semakin terancam. Ini diakibatkan dari pengangkapan ikan yang jelas tidak ramah lingkungan. Bagaimana tidak, semua penangkapan ikan menggunakan jonggol dan pukat harimau. Ikan sebesar korek api pun terambil, sampai telurnya juga terambil. Kelangsungan ikan di laut tidak terjaga lagi karena telur ikan dan ikan kecil terkuras habis. Jika keadaan ini semakin terus terjadi dapat diperkirakan tingga hingga lima tahun ke depan, jika jogol atau jaring yang menggunakan mata jaring sangat kecil terus berlangsung dan bagan tersebut dibiarkan, kelangsungan nasib nelayan secara keseluruhan akan mati. Seperti yang dituturkan oleh para nelayan yang berada di kampung Marunda Kepu-Jakarta Utara dan nelayan kampung Pananjung, Pangandaran-Ciamis yang berhasil di wawancarai oleh wartawan PR (11/11) mengatakan bahwa sejak tahun 1999 hasil tangkapan mereka semakin merosot.

Di sektor pertanian, beberapa waktu yang lalu betapa kita merasakan lonjakan harga cabai yang melambung hingga mencapai angka ratus ribu ini semua diakibatkan dari kelangkaan komoditas itu. Mahalnya harga cabai dan komoditas sayuran lainnya yang terjadi adalah dampak dari anomali cuaca. Kelangkaan terjadi oleh bencana alam banjir dan kekeringan yang mengakibatkan tanaman membusuk, sehingga petani gagal panen. Bahkan bukan hanya itu, di belahan bumi lain seperti China dan India akibat dari cuaca ekstrem yang mencapai minus 23,6 derajat Celcius ini telah merenggut puluhan hingga ratusan nyawa dan melumpuhkan semuanya. Menurut BMG setempat hujan es dan salju tebal dinilai lebih luar biasa dari tahun-tahun sebelumnya. Diketahui cuaca ekstrem atau anomali cuaca kerap terjadi di dalam satu dekade terakhir ini di berbagai belahan dunia. Kendati demikian, cuaca menunjukkan peningkatan ketidaknormalannya yang lebih parah.

Usia bumi kita semakin renta. Umat manusia semakin bertambah banyak, kebutuhan di berbagai hal semakin meningkat. Dan di bumi, Allah SWT telah menyiapakn segala kebutuhan kita tak kurang sedikit pun. Menurut I Nyoman Aryantha dalam kuliah Umum Biologi (9/11) mengatakan bahwa baru 5 persen sumber daya alam yang kita manfaat. Namun, menurut hemat saya jika yang 5 persen ini di ambil dan diproses dengan cara yang salah maka dapat dipastikan 95 persen yang belum dimanfaatkan akan rusak dan hancur. Padahal Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan (Q.S.As-Syu’araa,58:152). dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam) (Q.S.Ar-Ra’d,13:25). Jika kita merujuk kepada ayat qauliyah tersebut, mungkinkah saat ini kita tengah merasakan akibat dari semua tindakan yang kita lakukan??

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (Q.S.Al-Alaq, 96:1). Itulah petikan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Memaknai kata “Bacalah” mungkin sudah saatnya kita menafsirkan bukan hanya sebatas membaca sebuah tulisan. Namun, kembali kepada tugas kita sebagai khalifah fil-ard sudah sepantasnya kita membaca dengan mengimplementasikannya berupa menjaga segala sesuatu yang terdapat di muka bumi ini.****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar